Makalah Kewarganegaraan, DEMOKRASI INDONESIA


Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, Demos dan Kratos. Demos artinya rakyat, dan kratos berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi artinya pemerintahan rakyat. Istilah demokrasi pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan yang menggariskan kekuasaan berada ditangan rakyat. Ketidakmengertian makna demokrasi sebagai tatanan, taat aturan, dan hukum masih dipahami oleh sebagian masyarakat, sehingga banyak rakyat yang bertindak main hakim sendiri. Karena dari segi esensialnya, demokrasi
memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan organisasi tertinggi dalam negara.

Silahkan download makalahnya dengan klik link download di bawah.
berikut cuplikan makalah tersebut :


DAFTAR ISI
                                                                                                                       Halaman
Halaman Judul ...............................................................................................         i
Kata Pengantar ..............................................................................................         ii
Daftar Isi .......................................................................................................         iii
Bab I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ..................................................................................         1   
1.2  Permasalahan ....................................................................................         1   
1.3  Tujuan Penulisan ................................................................................         1
1.4  Sistematika Penulisan .........................................................................

Bab II ANALISA..........................................................................................

Bab III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................
3.2 Saran ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................        48




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Bagaimana orang menyeimbangkan demokrasi? Bisakah kita menerima pemerintahan oleh mayoritas, sementara minoritas tetap dihormati dan dilindungi? Sistem demokrasi di seluruh dunia harus menghadapi pertanyaan tentang bagaimana menjaga keseimbangan antara gagasan ‘pemerintahan oleh mayoritas’ di satu pihak, dan gagasan demokrasi yang mempertimbangkan ‘para individu’ di pihak lain. Masalah ini sebenarnya sudah cukup lama dikenali. Para ahli teori demokrasi seperti Alexis De Tocqueville and John Stuart Mill pernah menyinggung gagasan tentang ‘Tirani Mayoritas’ dalam studinya yang sangat terkenal  “Democracy in America” dalam abad ke 19, sementara Mill pernah mengingatkan kita tentang bagaimana mayoritas dapat meloloskan hukum atau undang-undang yang memiliki pengaruh sangat menjijikkan bagi kelompok minoritas.
            Maka, orang juga kerap bertanya apakah demokrasi? Apakah demokrasi berarti bahwa negara harus melindungi  para individu, ataukah demokrasi hanya berarti sebagai pemerintahan oleh mayoritas? Juga di Indonesia, ketika demokratisasi tidak segera membuahkan hasil berupa kesejahteraan dan stabilitas sosial-politik yang lebih baik (seperti yang tersirat dalam ungkapan bahwa “demokrasi kita sudah keblablasan”), maka ada alasan bagi sebagian orang yang menginginkan agar Indonesia kembali pada sistem lama, yaitu pada model kekuasaan otoritarian yang menjanjikan terciptanya kesejahteraan dan stabilitas dalam waktu yang cepat.
Demokrasi jelas disadari bukan sebagai sistem yang sempurna, tetapi ada petunjuk kuat bahwa demokrasi adalah sistem terbaik di antara sistem lain dalam pengaturan pemerintahan manusia oleh manusia yang pernah dicoba dalam sejarah. Karena itu, seperti yang sering disuarakan oleh sejumlah ahli, yang diperlukan sesungguhnya adalah pendalaman demokrasi (deepening demokrasi), bukan menolak demokrasi itu sendiri.
Pada tingkat kekuasaan, demokratisasi akan berarti keharusan untuk memperkuat paham kedaulatan rakyat (people sovereignty) dan menegakkan aturan main demokratis (dalam bentuk konstitusi dan rule of law), namun pada level akar rumput dan di kalangan generasi muda, tantangan demokratisasi menunjukkan wajah yang agak berlainan.
Michael Oakeshott dan F.A. Hayek pernah menyatakan bahwa sivitas atau negara sebagai bentuk purposive association yaitu pengelompokkan yang dibentuk karena persamaan tujuan atau maksud (shared purposes or goals), memiliki kecenderungan mencerabut kebebasan berasosiasi bagi kelompok-kelompok yang memiliki tujuan sendiri yang dianggap seolah-olah berbeda dengan tujuan  bangsa secara keseluruhan. Akibatnya, negara purposive (yang dilawankan dengan ‘enterprise association) semacam itu mau tidak mau cenderung melanggar kebebasan berasosiasi, menuntut keharusan partisipasi dalam kelompok yang mendukung tujuan-tujuan dari sivitas (negara), dan pada saat yang bersamaan menindas siapapun yang menganggu usaha pencapaian tujuan yang dimaksukan (purposive goals). Pada akhirnya, hanya dengan memastikan pemerintah bersikap netral dalam kaitannya dengan berbagai tujuan yang ada dalam masyarakat, maka civil society akan bisa bertumbuh dengan subur. Meskipun kebebasan berasosiasi tidak disebut dengan cara yang sama seperti kebebasan berpendapat (free speech) dan kebebasan berkumpul (freedom of assembly), kebebasan itu nampak menjadi salah satu “kebebasan dasar”  dari banyak masyarakat liberal setidaknya menurut para pemikir seperti Rawls, Mill dan banyak pemikir liberal yang lain.
Tetapi gagasan tentang netralitas negara mendapatkan kritik karena dianggap tidak mencerminkan kenyataan sebenarnya dari kebijakan yang sering dan bisa diambil oleh negara. Misalnya, kebijakan hukum yang diambil oleh negara selalu mengandung konsepsi tersembunyi mengenai pengertian tentang hidup yang baik. Lebih tajam lagi, para pengkritiknya (yaitu kelompok komunitarian yang diwakili oleh tokoh seperti William Galston, Michael Sandel, dan Benjamin Barber) tidak mempercayai klaim liberal bahwa  masyarakat sipil memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri, menyatakan, sebagaimana pernah dikemukakan juga oleh Alexis de Tocqueville bahwa adanya dorongan dalam masyarakat sipil sendiri yang mungkin menghambat pembentukan asosiasi sipil. Ada kecenderungan dalam masyarakat sipil itu sendiri—misalnya dalam bentuk sentralisasi ekonomi, monopoli media, pemaksaan kepentingan khusus, dan partai politik yang terorganisasi--membatasi jangkauan kemungkinan yang dapat diberikan pada individu. Jelas bahwa sejumlah tujuan (ends) tidak bebas dipilih oleh para individu,  melainkan justru ‘terberikan’ (given) atau dipaksa diberlakukan oleh kesempitan peluang atau ketiadaan kesempatan.
Apa hubungan uraian di atas dengan negara Pancasila? Apakah Negara Pancasila  sesuai dengan salah satu pendekatan dan harus menolak pendekatan lainnya? Apakah demokrasi itu sendiri dalam negara yang menyebut Pancasila? dan bagaimana  negara Pancasila harus menyeimbangkan antara pemerintah oleh mayoritas dan penghormatan terhadap minoritas?
     
1.2  Permasalahan      
1.      Apa itu Demokrasi?
2.      Apa saja bentuk-bentuk Demokrasi?
3.      Bagaimana Demokrasi di Indonesia?
                       
1.3  Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui maksud dari pengertian demokrasi  secara terperinci.
  2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk demokrasi lebih mendalam.
  3. Untuk mengetahui demokrasi di Indonesia utamanya perkembangan demokrasi di Indonesia.
           
1.4  Metode Penulisan           
Dalam pembuatan makalah ini, kami menggunakan metode tinjuan pustaka dari beberapa literatur dan diskusi kelompok.


Download Premium | Download Gratis
Title : Makalah Kewarganegaraan, DEMOKRASI INDONESIA
Description : Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, Demos dan Kratos. Demos artinya rakyat, dan kratos berarti pemerintahan . Jadi, demokra...

0 Response to "Makalah Kewarganegaraan, DEMOKRASI INDONESIA"

Post a Comment